05 January 2019

SETAN KOBER 63

SETAN KOBER 63
Karya : Apung Swarna
Lima hari telah berlalu sejak pemakaman Pangeran Hadiri, saat itu Adipati Hadiwijaya dan rombongannya masih berada di dalem Kalinyamatan, ibu suri dan Ratu Pajang masih berkenan menemani putrinya Ratu Kalinyamat yang sedang berduka.
"Kita pulang ke kotaraja dua hari lagi, Ajeng" kata ibu suri kepada Ratu Mas Cempaka yang masih dipanggil dengan nama panggilan kesayangannya.
"Baik Kanjeng ibu" kata Ratu Pajang, dan iapun segera memberitahukan rencana ibundanya kepada suaminya.

"Tidak apa-apa Ratu" kata Adipati Hadiwijaya :"Terserah kepada Kanjeng ibu, kapan Kanjeng ibu akan pulang ke kotaraja"

Ratu Kalinyamat yang sedang berduka, beberapa hari telah dihibur dan diajak berbicara oleh ibu suri, Ratu Pajang maupun Hadiwijaya.
Kadang-kadang Ratu Kalinyamat berbincang-bincang dengan Hadiwijaya, lalu Sang Ratupun bercerita tentang penyerangan sekelompok orang berkuda yang memakai penutup wajah, yang menyebabkan gugurnya Pangeran Hadiri.
Malam harinya, beberapa saat setelah hari menjadi gelap, Adipati Hadiwijaya sedang duduk di pendapa Kalinyamatan, dihadap oleh nayaka praja Kadipaten Pajang beserta anak angkatnya, Sutawijaya.
"Kakang Pemanahan, kakang Penjawi, kakang Juru Martani dan kau Sutawijaya, setelah terbunuhnya Pangeran Hadiri, sekarang situasi di Kasultanan Demak semakin tidak menentu, tidak adanya Sultan yang memerintah dapat mengakibatkan timbulnya kekacauan diseluruh daerah didalam wilayah Kasultanan Demak" kata Adipati Hadiwijaya.
"Bagaimana pendapat kalian ? Kemungkinan apa saja yang nanti bisa terjadi di Kasultanan Demak ?" tanya Sang Adipati.
Pemanahan menggeser duduknya maju sejengkal, setelah berpikir sejenak, lalu dengan hati-hati iapun berkata :"Kanjeng Adipati, setelah terbunuhnya Pangeran Hadiri, maka orang yang berhak menjadi Sultan Demak hanya tinggal dua orang, yaitu Arya Penangsang dan Kanjeng Adipati sendiri"
"Penangsang pasti menginginkan ia menjadi seorang Sultan, terbukti Penangsang membunuh Pangeran Hadiri yang tidak mempunyai urusan apapun dengan Arya Penangsang" kata Pemanahan.
"Kanjeng Adipati" kata Penjawi :"Munculnya Keris Kyai Setan Kober telah mengakibatkan jatuhnya beberapa korban jiwa, cepat atau lambat Kyai Setan Kober pasti akan bertamu ke Kadipaten Pajang, Kanjeng Adipati"
"Ya kakang Penjawi, tetapi dengan adanya keris Kyai Carubuk pemberian Kanjeng Sunan Kalijaga, akupun sudah siap menghadapi keris Kyai Setan Kober, meskipun Penangsang sendiri yang akan datang ke Pajang" kata Adipati Hadiwijaya.
"Ayahanda" kata Sutawijaya :"Apakah tidak mungkin kalau prajurit Pajang digerakkan menggempur Jipang ?"
"Jangan tergesa-gesa menyerang Jipang, Sutawijaya, kita belum tahu, prajurit Demak dari berbagai kesatuan yang berjumlah puluhan ribu itu akan berpihak ke mana" kata Adipati Hadiwijaya, lalu iapun masih berkata lagi :"Ini penting bagimu Sutawijaya, jangan bertindak tergesa-gesa, kau harus mulai belajar menghitung dengan cermat"
"Kalau prajurit Demak berada dipihak Jipang, kita tidak akan menang Sutawijaya" kata Sang Adipati.
"Ya ayahanda" jawab Sutawijaya.
"Kanjeng Adipati" kata Juru Martani :"Diantara kedua orang yang berhak menjadi Sultan, yaitu Arya Penangsang dan Kanjeng Adipati sendiri, siapakah nantinya yang akan diangkat menjadi Sultan selanjutnya"
"Aku tidak tahu kakang Juru Martani" jawab Adipati Hadiwijaya :"Para sesepuh, para wali yang dekat dengan keluarga Kraton pendapatnya saling berseberangan, pendapat Kanjeng Sunan Kudus sudah tidak sejalan lagi dengan pendapat Kanjeng Sunan Kalijaga"
Malam semakin larut, orang-orang yang berada di pendapa terdiam, mereka sibuk dengan angan-angannya masing-masing.
"Bagaimanapun Kanjeng Sunan Kudus pasti akan membela muridnya sekaligus kemenakannya, Kanjeng Sunan Kudus pasti akan menginginkan Penangsang menjadi seorang Sultan" kata Pemanahan dalam hati.
Dipendapa, angin berhembus perlahan, nyala api menggapai ke atas, tetapi tetap tak mampu menerangi seluruh pendapa, malam semakin dalam, suasanapun semakin tenang, hanya suara cengkerik yang terdengar terus menerus tanpa henti.
Adipati Hadiwijaya yang sedang termenung, menghitung langkah-langkah Penangsang menjadi terkejut, ketika di sela-sela suara cengkerik, telah terdengar suara burung kedasih yang berbunyi beberapa kali.
"Burung kedasih, itu suara burung kedasih, kelihatannya siwa Kebo Kanigara mencariku" kata Adipati Hadiwijaya dalam hati.
Dalam keadaan seperti sekarang, Adipati Hadiwijaya tidak perlu menyembunyikan pertemuannya dengan uwanya, karena semua nayaka praja Kadipaten Pajang sudah mengenal uwanya Kebo Kanigara.
"Kakang Pemanahan, kakang Penjawi, kakang Juru Martani dan kau Sutawijaya, kalian dengar suara burung kedasih itu ?" tanya Adipati Hadiwijaya.
"Ya memang terdengar suara burung kedasih, Kanjeng Adipati" kata Pemanahan.
Hadiwijayapun kemudian tersenyum dan berkata :"Itu adalah suara siwa Kebo Kanigara menirukan suara burung kedasih memanggilku, nah kakang Pemanahan, aku akan menemui siwa Kebo Kanigara, kakang Pemanahan dan yang lainnya, berjaga disini dulu, jangan meninggalkan pendapa, nanti kalau Kanjeng Ratu bertanya, jawab saja aku sedang menemui siwa Kebo Kanigara."
"Baik Kanjeng Adipati" kata Pemanahan :"Saya dan kakang Juru Martani akan berjaga di pendapa ini, sedangkan adi Penjawi dan Danang akan berjaga di ruang dalam"
"Ya, kalian aku tinggal dulu" kata Adipati Hadiwijaya, kemudian iapun turun kebawah berjalan kearah suara burung kedasih.
Dengan cepat Adipati Hadiwijaya berjalan keluar dari regol dalem Kalinyamatan.
"Kanjeng Adipati Hadiwijaya mau pergi kemana ?" tanya seorang pengawal yang menjaga regol.
"Didalam udaranya agak panas, aku ingin keluar menyejukkan badan sebentar" jawab Sang Adipati
Penjaga regol Kalinyamatan tidak menjawab, ia hanya melihat ke arah Adipati Hadiwijaya yang berjalan ke selatan.
Adipati Hadiwijaya masih terus berjalan mengikuti suara burung kedasih, tetapi dalam suasana di Kasultanan Demak yang sedang carut marut seperti ini, dia tetap tidak kehilangan kewaspadaan.
"Kelihatannya itu adalah suara burung kedasih siulan dari siwa Kebo Kanigara, tetapi kalau aku salah duga, dan ternyata yang menirukan suara burung kedasih itu adalah Arya Penangsang atau siapapun yang memancingku keluar dari dalem Kalinyamatan, maka akupun sudah siap untuk bertarung" kata Adipati Hadiwijaya dalam hati, dan iapun segera mengetrapkan aji Lembu Sekilan.
Keris Kyai Carubuk pemberian Sunan Kalijaga yang selalu dipakainya, telah digeser ke sebelah kiri depan, sehingga tangannya setiap saat dengan cepat bisa meraih hulu kerisnya, yang memang dipersiapkan untuk menandingi kalau lawannya menggunakan keris Kyai Setan Kober.
Dengan langkah yang cepat, Adipati Hadiwijaya yang telah mengetrapkan aji Lembu Sekilan, terus berjalan mengikuti suara burung kedasih yang bergerak ke arah selatan.
Meskipun saat itu bulan hanya terlihat sebagian, tetapi masih cukup buat Hadiwijaya untuk melihat keadaan disekelilingnya.
Beberapa saat kemudian, ketika sampai di sebuah pertigaan, maka suara burung kedasihpun berbelok, setelah itu suara burung itupun lenyap, tidak terdengar lagi.
"Suara burung kedasih itu telah berhenti " kata Hadiwijaya dalam hati.
Hadiwijaya menajamkan penglihatannya, agak jauh didepan tampak bayangan seseorang yang memakai sebuah caping sedang duduk dipinggir disebuah tanah yang agak lapang.
Dengan penuh kewaspadaan, Adipati Hadiwijaya berjalan maju kedepan, semakin lama semakin dekat dengan orang bercaping itu.
"Bagus, Hadiwijaya, ternyata kau tidak meninggalkan kewaspadaanmu, sekarang lepaskanlah aji Lembu Sekilanmu itu" kata orang itu.
Adipati Hadiwijaya menarik napas panjang, ternyata orang yang bercaping itu adalah uwanya, Kebo Kanigara, maka dengan perlahan-lahan dilepaskannya aji Lembu Sekilannya.
Setelah mereka mendekat maka Hadiwijaya segera mencium tangan uwanya Kebo Kanigara.
"Duduklah Hadiwijaya" kata Kebo Kanigara.
"Ya wa" sahut Hadiwijaya, setelah itu iapun segera duduk diatas sebatang pohon yang telah tumbang.
"Bagaimana kabar keluargamu disini ?" tanya uwanya.
"Atas pangestu siwa, semuanya baik, Kanjeng Ratu Pajang dan Sutawijaya ada disini wa" jawab Hadiwijaya.
"Kau masih lama berada di Kalinyamatan, Hadiwijaya ?" tanya Kebo Kanigara.
"Masih dua hari lagi wa, saya tidak mengira kalau siwa sampai menyusulku ke Kalinyamatan" jawab Hadiwijaya.
"Ya, aku telah mencarimu ke Kraton dan ternyata kau belum pulang, maka aku menyusulmu ke sini" kata Kebo Kanigara.
"Ibu suri menghendaki pulang ke kotaraja dua hari lagi wa" kata Adipati Pajang.
Kebo Kanigara menganguk-anggukkan kepalanya, lalu iapun berkata :"Beberapa hari yang lalu, Wenang Wulan menemuiku di Pengging, membawa kabar kalau Pangeran Hadiri telah meninggal dunia diserang oleh sekelompok orang berkuda yang tidak dikenal, apa pendapatmu Hadiwijaya"
"Mereka para prajurit Jipang wa" kata Hadiwijaya.
"Tepat, akupun juga menduga demikian, tetapi darimana kau mengetahui kalau yang membunuh Pangeran Hadiri adalah prajurit Jipang ?" tanya uwanya.
Hadiwijayapun menjawab :"Kakangmbok Ratu Kalinyamat yang kemarin bercerita wa, kakangmas Pangeran Hadiri terbunuh oleh pemimpin prajurit Jipang yang bernama Nderpati dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober, padahal keris itu baru saja dikembalikan kepada Kanjeng Sunan Kudus, dan saat ini keadaan kakangmbok Ratu Kalinyamat sedang terguncang wa, kakangmbok Ratu sering terlihat menyendiri"
"Ya, Ratu Kalinyamat pasti dendam sekali terhadap Arya Penangsang yang telah membunuh kakaknya, Sunan Prawata dan membunuh suaminya, Pangeran Hadiri" kata uwanya.
"Ya wa" sahut Hadiwijaya.
"Hati-hatilah apabila kau berhadapan dengan Kanjeng Sunan Kudus, Hadiwijaya yang berada di belakang Penangsang" kata Kebo Kanigara, lalu uwanya berkata lagi :"Juga berhati hatilah, saat ini keris Kyai Setan Kober sedang mengincarmu"
"Ya wa, tetapi kemarin dulu Kanjeng Sunan Kalijaga telah memberikan keris Kyai Carubuk kepadaku untuk menghadapi keris Kyai Setan Kober" kata Hadiwijya.
"Bagus, keris Kyai Carubuk jangan sampai lepas dari tubuhmu, nah Hadiwijaya, kedatanganku kesini adalah untuk memberi pertimbangan, apa yang sebaiknya yang akan kau lakukan dalam beberapa candra kedepan, karena saat ini calon Sultan Demak hanya tinggal dua orang, kau dan Penangsang" kata uwanya.
"Ya wa" sahut Hadiwijaya.
"Sekarang, menurutmu, apa yang sebaiknya akan kau perbuat sekarang Hadiwijaya" kata Kebo Kanigara.
Hadiwijaya terdiam sejenak, lalu iapun menjawab :"Belum berpikir wa, baru saja tadi saya berbincang-bincang dengan nayaka praja Pajang, kakang Pemanahan, Kakang Penjawi dan kakang Juru Martani tentang kemungkinan dan langkah-langkah apa yang akan saya lakukan"
Malampun semakin larut, Kebo Kanigara dan Adipati Hadiwijaya masih berbincang mengenai masa depan Kadipaten Pajang dan mengenai tahta Kasultanan Demak yang saat ini dalam keadaan kosong.
Anginpun bertiup perlahan, bulan yang hanya terlihat sebagian, bersinar berpendar menyinari pepohonan, membentuk bayang-bayang seperti tangan-tangan hantu yang akan menerkam kedua orang laki-laki yang berdarah Pengging Witaradya itu.
Tetapi kedua orang itu tidak pernah takut kepada bayangan yang akan menerkamnya, mereka berdua masih terus berbincang, dan sesaat kemudian terdengar Kebo Kanigara berkata :"Nah Hadiwijaya, kau harus bergerak cepat, jangan sampai kau keduluan utusan Penangsang yang datang ke Pajang, memberitahukan bahwa sekarang telah berdiri sebuah Kasultanan baru, Kasultanan Jipang Panolan"
Adipati Hadiwijaya menganggukkan kepalanya, ia mendengarkan semua pertimbangan yang telah diberikan oleh uwanya.
"Kalau saya mendirikan Kasultanan Pajang, Penangsang pasti marah wa, lalu kira-kira apa yang akan dilakukannya nanti ?" tanya Adipati Hadiwijaya.
"Ya, Penangsang pasti akan marah, tetapi ia sudah kalah cepat, Hadiwijaya, dan apapun yang akan dilakukannya nanti, kau harus siap menghadapi, termasuk kalau ia membawa semua prajuritnya menyerang Kasultanan Pajang" kata uwanya.
"Ya wa, pasukan sandi Pajang akan saya perkuat wa" kata Hadiwijaya.
"Bukan hanya pasukan sandi saja, semua pasukan Kasutanan Pajang harus diperkuat" kata Kebo Kanigara, lalu iapun melanjutkan pertimbangannya :"Dari semua orang di lingkungan Kraton, yang paling berperan penting saat ini adalah Ratu Kalinyamat karena ia adalah putri dari Sultan Trenggana, dan ini adalah sebuah kesempatan, karena Ratu Kalinyamat saat ini sedang di balut dendam kesumat terhadap Penangsang"
"Betul wa" jawab Hadiwijaya.
"Selama Demak belum mempunyai seorang Sultan, maka perintah Ratu Kalinyamat akan selalu dipatuhi oleh semua Tumenggung maupun prajurit yang ada di Demak" kata uwanya.
"Ya wa, memang benar, perintah kakangmbok Ratu Kalinyamat saat ini memang selalu dipatuhi oleh semua rakyat Demak" kata Adipati Hadiwijaya, lalu iapun melanjutan lagi :"Selain itu, saya berencana pergi ke Kadilangu menemui Kanjeng Sunan Kalijaga, mohon doa dan restunya untuk mendirikan Kasultanan Pajang"
"Bagus Hadiwijaya, kau tidak boleh melupakan gurumu" kata Kebo Kanigara memuji kemenakannya.
"Ya wa, besok setiba di kotaraja, saya akan segera menghadap Kanjeng Sunan Kalijaga" kata Hadiwijaya,
Suasana menjadi hening, lalu Hadiwijayapun melanjutkan pembicaraannya :"Tetapi wa, pusaka sipat kandel yang ada di Pajang sekarang, hanya cukup untuk sebuah Kadipaten wa, bukan sebuah Kasultanan Pajang yang besar"
"Perlahan-lahan Hadiwijaya, nanti akan kita cari sebuah cara untuk memboyong semua pusaka yang saat ini masih berada didalam Panti Pusaka Kasultanan Demak" kata Kebo Kanigara.
"Lalu apa yang sebaiknya akan saya lakukan setiba di Pajang ?" tanya Adipati Pajang.
"Secepatnya kau adakan pasewakan, panggil semua bebahu se Kadipaten Pajang, lalu dihadapan mereka kau umumkan berdiriya Kasultanan Pajang" kata uwanya, lalu iapun menambahkan :"Setelah itu kau kirim beberapa orang utusan pemberitahuan ke semua daerah tentang berdirinya Kasultanan Pajang sebagai pengganti Kasultanan Demak yang telah berakhir"
"Baik wa" kata Hadiwijaya.
"Daerah bang wetan dan bang kulon tidak usah kau beritahu dulu, pelan-pelan, nanti saja kalau persoalanmu dengan Arya Penangsang sudah selesai" kata uwanya.
"Yang paling mengkhawatirkan adalah nasib prajurit yang nanti diutus untuk memberitahukan berita itu ke Kadipaten Jipang" guman Hadiwijaya.
"Nanti aku saja yang akan pergi menghadap ke Arya Penangsang di Jipang dengan berpakaian seorang prajurit Pajang" kata uwanya sambil tersenyum.
"Siwa sendiri yang akan pergi ke Jipang ?" tanya Hadiwijaya.
"Ya, terpaksa Hadiwijaya, semua nayaka praja Kadipaten Pajang, wajahnya sudah banyak yang dikenal, terpaksa aku sendiri yang akan pergi ke Jipang, Arya Penangsang dan Matahun kurang begitu mengenalku, aku bisa sedikit menyamarkan wajahku, dan aku akan menghadap Arya Penangsang di dalem Kadipaten Jipang pada waktu hari sudah gelap" kata Kebo Kanigara.
"Baik wa, kalau prajurit biasa memang kasihan, ia bisa saja menerima akibat dari kemarahan Arya Penangsang " kata Hadiwijaya.
"Ya... tetapi Hadiwijaya, kalau kau secara sepihak mendirikan Kasultanan Pajang, sebaiknya jangan mengadakan acara pasewakan dulu, karena kita belum mengetahui tanggapan dari daerah-daerah yang dulunya berada didalam kekuasaan Kasultanan Demak" kata Kebo Kanigara.
"Ya wa, pasewakan bisa diadakan nanti saja kalau keadaan sudah agak tenang" kata uwanya.
"Ya, nantinya kita harus mengetahui dulu tanggapan dari Ratu Kalinyamat, patih Wanasalam dan tanggapan para Tumenggung yang pemimpin kesatuan prajurit di Kasultanan Demak"
"Ya wa" kata Sang Adipati.
Malam semakin larut, bintang-bintangpun masih berkerlip diangkasa, kedua orang itupun masih berbincang beberapa saat, hingga Kebo Kanigara akhirnya berkata :"Hadiwijaya, kelihatannya apa yang aku katakan sudah cukup, aku telah memberikan bererapa pertimbangan yang bisa kau laksanakan nanti setiba di Pajang"
"Ya wa" kata Sang Adipati.
"Nah kita berpisah Hadiwijaya, aku akan kembali ke kotaraja" kata Kebo Kanigara.
"Baik wa" Hadiwijaya kemudian mencium tangan uwanya, lalu merekapun berpisah, Kebo Kanigara berjalan kearah selatan, sedangkan Hadiwijaya berjalan mengayunkan langkahnya kembali ke dalem Kalinyamatan.
Pengawal penjaga regol menunduk hormat ke arah Adipati Hadiwijaya, ketika Sang Adipati berjalan melewati regol, masuk ke dalem Kalinyamatan.
Pemanahan dan Juru Martani yang sedang berada di pendapa, segera berdiri menyongsong kedatangan Adipati Hadiwijaya, demikian juga Penjawi dan Sutawijaya yang juga telah berdiri lalu berjalan keluar dari ruang dalam menuju ke pendapa.
"Bagaimana Kanjeng Adipati ?" tanya Pemanahan setelah semuanya duduk berkumpul.
"Ya, suara burung kedasih itu memang siwa Kebo Kanigara" kata Adipati Hadiwijaya.
Keempat orang itupun terdiam, menunggu kalimat dari Sang Adipati selanjutnya.
"Kakang Pemanahan, kakang Penjawi, kakang Juru Martani dan kau Sutawijaya, dengarkan, tadi siwa Kebo Kanigara memberi sebuah masukan, sebuah langkah penting yang segera akan kita lakukan, kita secara sepihak akan segera mendirikan sebuah Kasultanan yang besar, Kasultanan Pajang"
Lalu Hadiwijaya kemudian bercerita tentang apa yang dialaminya dan didengarnya ketika bertemu dengan uwanya Kebo Kanigara.
"Kanjeng Adipati" kata Pemanahan.
"Ya, ada apa kakang Pemanahan" kata Adipati Hadiwijaya.
"Menurut Ki Kebo Kanigara, setelah kita mengadakan pasewakan dan mengumumkan bedirinya Kasultanan Pajang, lalu kita mengirim utusan ke berbagai daerah memberitahukan hasil pasewakan itu, tetapi bagaimana kalau nanti para Tumenggung tidak setuju dengan berdirinya Kasultanan Pajang yang didirikan sebagai penerus dari Kasultanan Demak yang sudah berakhir"
"Para Tumenggung hanya taat pada Sultan Demak, tetapi saat ini karena Sultan Demak belum ada, maka mereka hanya menunggu perintah dari kakangmbok Ratu Kalinyamat, nah nanti kalau perlu aku sendiri yang akan menghadap kepada kakangmbok Ratu Kalinyamat" kata Sang Adipati.
"Kanjeng Adipati" kata Penjawi :"Yang akan diutus untuk memberitahu ke Jipang tidak perlu Ki Kebo Kanigara, cukup salah satu dari kakang Pemanahan ataukah saya sendiri"
"Jangan kakang, biar saja yang di utus ke Jipang nanti adalah siwa Kebo Kanigara, karena wajah kakang Pemanahan ataupun kakang Penjawi telah dikenal oleh Penangsang atau Ki Patih Matahun"
Pemanahan dan Penjawi terdiam saja mendengar perkataan Adipati Hadiwijaya, mereka berdua hanya menganggukkan kepalanya saja.
"Nanti setelah sampai di kotaraja, aku secepatnya akan menghadap Kanjeng Sunan Kalijaga" kata Sang Adipati.
"Kanjeng Adipati, pada saat mendirikan Kasultanan Pajang, sebaiknya pelaksanaannya nanti menunggu selesainya hari berkabung dari Kanjeng Ratu Kalinyamat" kata Pemanahan.
"Baik kakang, nah, kita istirahat sekarang, nanti setelah tiba di Pajang, segera kita siapkan pasewakan yang diikuti oleh seluruh bebahu Kadipaten Pajang"
"Baik Kanjeng Adipati" kata Pemanahan.
Sesaat kemudian Adipati Hadiwijaya kemudian berdiri dan berjalan kembali ke kamarnya.
Setelah itu di dalam kamarnya, Adipati Hadiwijayapun kembali bercerita kepada istrinya, Ratu Mas Cempaka tentang pertemuannya dengan uwanya Kebo Kanigara dan rencananya mendirikan Kasultanan Pajang.
"Bagaimana pendapatmu mengenai pertimbangan yang diberikan oleh siwa Kebo Kanigara, Ratu ?" tanya Sang Adipati Hadiwijaya.
"Ya Kanjeng Adipati, semuanya terserah Kanjeng Adipati" jawab Ratu Pajang.
"Kau bantu usahaku mendirikan Kasultanan Pajang, Ratu" kata Sang Adipati.
"Ya Kanjeng Adipati" jawab Ratu Pajang.
Malam semakin dalam, Adipati Hadiwijaya telah tertidur disamping iatrinya Ratu Mas Cempaka, suara burung malampun telah terdengar beberapa kali di sekitar dalem Kalinyamatan, udarapun semakin lama menjadi semakin dingin.
Ketika fajar menyingsing di bang wetan, semua telah terbangun, termasuk Ayam Jantan dari Pengging yang telah menjadi seorang Adipati di Pajang, dan sekarang sedang mempunyai sebuah gegayuhan untuk menjadi seorang Sultan di Pajang.
Hari itu, para nayaka praja dan prajurit pengawal ibu suri bekerja mempersiapkan segala sesuatu yang akan dipergunakan untuk perjalanan ke kotaraja besok pagi.
Joli jempana untuk ibu suri telah dipersiapkan dan dibersihkan, kuda-kuda telah dirawat, bekal makananpun telah dipersiapkan.
Di pendapa dalem Kalinyamatan, terlihat Ratu Kalnyamat sedang berbicara dengan Adipati Hadiwijaya beserta Ratu Pajang.
"Besok pagi aku pulang ke kotaraja kakangmbok" kata Adipati Hadiwijaya.
"Ya Adimas" jawab Ratu Kalinyamat.
"Besok setelah saya meninggalkan Kalinyamatan dan kembali ke Pajang, mudah-mudahan kakangmbok Ratu bisa lebih tenang berada di dalem Kalinyamatan" kata Adipati Hadiwijaya.
Ratu Kalinyamat tidak menjawab, ia hanya diam saja, termenung dan membiarkan angan-angannya terbang melayang-layang di angkasa yang luas.
Hari itu telah berjalan seperti hari kemarin, matahari marayap dan jatuh di langit bang kulon dan perlahan-lahan memasuki garis diujung laut, lalu gelappun telah menyelimuti bumi kasultanan Demak yang saat itu belum mempunyai seorang Sultan pengganti Sunan Prawata.
Keesokan harinya, rombongan ibu suri beserta rombongan Hadiwijaya telah bersiap-siap untuk pulang.
Di pendapa dalem Kalinyamatan, ibu suri memeluk anak perempuannya, Ratu Kalinyamat, yang juga telah memeluknya.
"Aku pulang dulu Ratu, kau yang tabah ya" kata ibu suri sambil menangis.
"Ya kanjeng ibu" kata Ratu Kalinyamat yang juga meneteskan air mata.
Setelah itu Ratu Kalinyamat memeluk adiknya Ratu Pajang dan suaminya, Hadiwijaya.
"Jangan lupakan aku, adimas, sekali-sekali kau tengok aku disini" kata Ratu Kalinyamat.
"Ya kakangmbok" kata Sang Adipati.
"Kau juga Cempaka, kau jangan lupakan aku" kata Ratu Kalinyamat kepada adiknya Ratu Mas Cempaka.
"Pasti yunda Ratu" kata Ratu Mas Cempaka memeluk kakaknya sambil menangis.
Setelah itu, semuanya berjalan turun dari pendapa, Ratu Kalinyamatpun mengantar ibu suri naik sampai ke joli jempana, sedangkan Adipati Hadiwijaya dan Ratu Mas Cempaka naik keatas punggung kuda.
Para prajurit dan nayaka praja semuanya naik ke atas punggung kuda, pemikul tandupun sudah mengangkat tandunya, dan setelah semuanya siap maka Adipati Hadiwijaya segera memerintahkan semua orang didalam rombongan untuk memulai perjalanan menuju kotaraja.
Kaki-kaki kudapun mulai melangkah meninggalkan dalem Kalinyamatan, dan setelah rombongan keluar dari regol, maka Ratu Kalinyamatpun segera berlari ke kamarnya dan menuntaskan air matanya.
Sementara itu, rombongan ibu suri telah keluar dari Kalinyamatan, perjalananpun menjadi lambat, karena empat orang prajurit harus berjalan kaki dengan memikul tandu ibu suri secara bergantian.
Adipati Hadiwijaya telah memerintahkan seorang prajurit untuk mendahului, melarikan kudanya ke kotaraja, memberitahukan kepada Tumenggung Gajah Birawa, tentang kedatangan ibu suri siang ini.
Meskipun perjalanan agak lambat, rombongan tetap berjalan maju, beberapa sungai kecil telah berhasil mereka seberangi, sedangkan ketika harus menyeberangi sungai yang agak lebar, merekapun menggunakan sebuah rakit yang telah ada di penyeberangan.
Setelah itu, perlahan-lahan rombongan ibu suri masih tetap berjalan ke arah barat daya, arah kotaraja Demak.
Matahari telah berada dipuncak langit, ketika rombongan ibu suri telah sampai di tepi timur kali Tuntang.
Secara bergantian, merekapun menyeberang dengan naik rakit yang telah tertambat dipinggir kali.
Beberapa prajurit secara bergantian bertugas mendorong menggunakan beberapa batang bambu, sehingga rakitpun dapat bergerak ke seberang.
Setelah semuanya menyeberang ke tepi sungai sebelah barat, maka merekapun melanjutkan perjalanan yang tinggal selangkah lagi.
Tak beberapa lama rombongan ibu suri telah sampai di alun-alun, lalu merekapun berbelok menuju ke kraton dan disana telah menunggu Tumenggung Gajah Birawa dan patih Wanasalam yang berdiri menyambut kedatangan ibu suri.
Setelah mengantar ibu suri masuk ke kamarnya, maka Adipati Hadiwijaya bersama Ratu Pajang dan semua nayaka praja Kadipaten Pajang, kembali ke kraton Kilen untuk beristirahat.
"Kita beristirahat sehari besok, lusa kita kembali ke Pajang" kata Sang Adipati.
Keesokan harinya, Adipati Hadiwijaya bersiap akan menemui gurunya di Kadilangu.
"Ratu, pagi ini aku akan pergi ke Kadilangu, menemui Kanjeng Sunan Kalijaga, nanti aku pulang agak sore" kata Adipati Hadiwijaya, pamit ke istrinya, Ratu Mas Cempaka.
"Baik Kanjeng Adipati" kata Ratu Pajang.
Adipati Hadiwijaya kemudian berjalan keluar dari kamar, dan dipendapa telah menunggu nayaka praja Kadipaten Pajang, Pemanahan dan Penjawi, Juru Martani dan Sutawijaya.
"Kalian sudah siap ? Mari kita berangkat sekarang" kata Sang Adipati.
"Sudah siap Kanjeng Adipati" kata Pemanahan dan Penjawi.
"Kakang Juru Martani dan kau Sutawijaya, kalian jaga Kanjeng Ratu selama aku pergi ke Kadilangu" kata Adipati Hadiwijaya
"Sendika dawuh Kanjeng Adipati" kata Juru Martani.
(bersambung)

No comments:

Post a Comment